Standardisasi Layanan Internet
Ketika Pemerintah mewacanakan diberlakukannya kebijakan standardisasi pemenuhan kualitas layanan atau quality of services (QoS), kalangan usahawan internet service provider (ISP) menolak lantang. Mereka, kalangan usahawan ini, tidak mau pemerintah terlalu campur tangan hingga urusan teknis operasional. Dalam kebijakan ini, pemerintah mengatur tentang ketersediaan layanan, standar pemenuhan permohonan pasang baru, standar kinerja jaringan, dan pemulihan layanan jasa akses internet. Standardisasi ini nantinya meliputi layanan internet berbasis dial up, leased line, dan broadband mulai 2008 mendatang.
Dengan kebijakan tersebut, kalangan usaha menganggap pemerintah hanya mencari-cari alasan untuk mengambil denda. Alasan lainnya adalah memperbanyak regulasi bukanlah suatu solusi dalam era pasar bebas sekarang ini. Penguasa pasar adalah konsumen. Jika ada ketidakpuasan layanan, maka konsumenlah yang berhak mengkomplain lewat lembaga pengaduan konsumen.
Menurut mereka lagi, sebenarnya hanya ada tiga masalah makro krusial yang perlu dibuat regulasinya oleh pemerintah. Pertama adalah terpenuhinya hak pelanggan untuk mendapatkan bandwidth sesuai perjanjian Service Level Agreement (SLA). Kedua, pemberantasan ISP yang menggunakan frekuensi ilegal contohnya pada frekuensi 2,4 GHz. Terakhir adalah legalisasi perusahaan ISP ilegal yang semakin menjamur.
Konflik horizontal ini mendeskripsikan peta teknologi informasi tanah air yang belum matang. Di satu sisi, pemerintah merasa memiliki kewajiban untuk melindungi konsumen, yang juga termasuk warga negaranya. Akan tetapi di sisi lain, regulasi tersebut memunculkan kekhawatiran bagi para pengusaha ISP.
Memang dalam menetapkan suatu kebijakan, harus dipertimbangkan dari berbagai sisi. Pengakomodasian berbagai kepentingan serta perspektif yang benar dalam melihat permasalahan akan menelurkan solusi yang lebih bermanfaat dan diterima oleh semua pihak. Kelihatannya dalam pembuatan regulasi ini, pemerintah belum berusaha merangkul para pengusaha duduk dalam satu meja dan mendiskusikannya bersama. Pengusaha juga nampaknya terlalu terburu-buru menyikapi wacana regulasi ini secara negatif.
Dunia teknologi informasi di Indonesia saat ini sedang berkembang pesat. Hal ini ditandai dengan tumbuhnya sentra-sentra internet di berbagai daerah, dari kota-kota besar hingga pelosok-pelosok desa. Demikian juga dengan media-media untuk memperoleh akses internet yang juga berkembang, dari teknologi dial up, local network, hingga wireless network. Fenomena ini adalah indikasi positif. Seharusnya pihak-pihak terkait, yaitu pemerintah dan pengusaha, menyikapi dengan memberikan dukungan supaya pertumbuhan ini dapat lebih pesat.
Bangsa kita sudah tertinggal jauh dari bangsa-bangsa lain di dunia. Tingkat akses internet kita masih minim dibandingkan Eropa dan Amerika. Belum lagi tentang ketersediaan infrastruktur dan sarana pendukung lainnya. Maka, kepentingan rakyatlah yang seharusnya diprioritaskan. Janganlah ambisi kekuasaan dan orientasi bisnis menjadi prioritas. Paradigma ini tidak hanya untuk masalah regulasi ini saja. Akan tetapi, juga meliputi arah kebijakan strategis dunia teknologi informasi lainnya. Jadi, bersegeralah pemerintah dan para pengusaha bertemu dan mencari solusi terbaik untuk mendukung dunia tekonologi informasi di negeri ini lebih kokoh dalam menghadapi era persaingan global yang semakin menggila.