Mencari Pahlawan Muda Indonesia
Krisis bangsa saat ini memang telah menggurita. Krisis yang diawali dari terpaan badai ekonomi 10 tahun silam. Lantas disusul dengan tersingkapnya krisis politik, budaya, sosial, dan moral. Kita seharusnya tidak terbenam dalam keterpurukan dengan senantiasa mengutuk keberadaan permasalahan bangsa seperti yang terjadi saat ini. Krisis adalah takdir semua bangsa, sebagaimana perjalanan hidup manusia, adakalanya berada dalam kejayaan, dan suatu waktu ia terjatuh dalam keterpurukan.
Hal yang seharusnya kita khawatirkan adalah belum lahirnya sosok-sosok pahlawan dari berbagai krisis multidimensi itu. Krisis identitas bangsa ini 80 tahun silam jauh lebih berat. Namun, generasi saat itu berhasil mengilhami solusi identitas tersebut dengan lahirnya Sumpah Pemuda. Sebuah pernyataan kesepakatan yang menyingkirkan berbagai perbedaan dengan mengutamakan persatuan dan kesatuan bangsa. Atau kita dapat merefleksikan diri pada momentum 10 November di Surabaya, saat fragmen semangat dan keberanian tersinergi dalam perjuangan mengangkat senjata.
Sejarah telah mencatatkan bahwa sosok-sosok pahlawan lahir dari para generasi muda. Berbagai peristiwa bersejarah di Indonesia dan juga di berbagai penjuru dunia lainnya telah membuktikannya. Maka ketika muncul kekeringan sosok pahlawan di negeri ini, berarti ada sesuatu yang keliru dalam diri para pemudanya.
Ada banyak faktor yang mempengaruhinya. Di satu sisi dapat dilihat bahwa telah terjadi distorsi makna kepahlawanan. Bagi beberapa komunitas pemuda, menjadi pahlawan adalah dengan berjuang mendapat wanita pujaannya, meskipun harus beradu fisik dalam perebutannya. Dalam komunitas yang lain, pahlawan adalah mereka yang siap bertarung dengan rekan sekampus lainnya demi gengsi fakultas. Atau bisa jadi, pahlawan adalah mereka yang hidup layak berkecukupan, meskipun untuk menggapainya tak segan main sikut kanan maupun kiri.
Mungkin pula jenak idealisme dan perjuangan telah terkikis seiring berjalannya waktu. Nilai-nilai kepahlawanan telah asing dalam keseharian kita. Para pemimpin tidak mampu mencontohkannya karena sibuk berkutat dengan agenda kekuasaannya sendiri. Adapun kita, yang menisbatkan diri sebagai rakyat, tidak mampu menjadi inisiator keteladanan tersebut.
Sosok pahlawan tidaklah datang tiba-tiba dari langit. Ia dibentuk dan dibina dalam kerasnya persaingan hidup. Baik dalam kehidupan pribadi maupun sosial. Ia juga seperti kita, manusia biasa. Salah satu hal yang membedakannya dengan yang lainnya adalah naluri yang terhujam kuat dalam pikiran dan sanubarinya, bahwa hidup haruslah berkontribusi. Memberikan seluruh kemampuan terbaik yang dimilikinya untuk kebermanfaatan orang banyak di lingkungannya.
Momentum 10 November adalah saat yang tepat bagi para pemuda Indonesia untuk tidak sekedar melihat rekam jejak para pahlawan bangsa. Yang lebih penting adalah bagaimana karakteristik para pahlawan tersebut dapat diteladani dan diterapkan dalam keseharian kita.
Bagaimanapun juga, bangsa ini masih butuh banyak lahir sosok pahlawan muda untuk berpadu menyelesaikan berbagai krisis bangsa. Seperti apa yang disampaikan oleh seorang penulis, “mereka bahkan sudah ada di sini. mereka adalah aku, kau dan kita semua. mereka hanya belum memulai untuk merebut takdir kepahlawanan mereka”.
bapak ibune aku be pahlawan….
beliau berdua kan guru…hehe 🙂
insya allah… koen berarti yen pan dadi pahlawan kudu dadi guru juga iq… aja mlebu ui atawa stan oh, hehehe…
wehehe. . .ia juga yak. mlebu unnes bae apa yak. . .
oia mas, makasih atas ilmu2ne trutama masalah nge blog. bloge mas akeh sing dadi inspirasi nggo ak. . .lagi pertama, ak melu melu temane, trus model blogrolle, cara mei judul postingane, pime cara gawe about me, cara mei kategori link, cara njawabi komentar kanca2ne aku, dll. . .
kebanyakan nyontek seka bloge mas afif, hehehe . . .
hehehe, bayar oh. laka sing gratisan saiki ndul 🙂
sip bos, terus nulis ning blog. aja tulisan sing ngasal. tapi sing berbobot lah. masa faiq tulisane cemen. sing mbener bae!!! 🙂
semooga segera muncul 🙂
insya Allah, aamiin… mari mendoakan dan mengusahakan…