Kontribusi itu berarti memberdayakan seluruh potensi yang kita miliki untuk semaksimal mungkin kebermanfaatan komunitas, masyarakat, atau dalam konteks yang lebih luas, umat ini…
Saya banyak menyaksikan dan membaca kisah-kisah inspiratif. Ada fragmen heroisme dari seorang suster, ada kesederhanaan para pemimpin, ada ketangguhan jiwa pengusaha, ada pula konsistensi dan kesabaran dari aktivis pejuang seni dan kebudayaan. Lantas, kita menempatkan mereka ini dalam bingkai orang-orang besar. Logikanya sederhana sebenarnya. Mereka telah melakukan sesuatu yang kita anggap luar biasa. Jauh melebihi ekspektasi dari logika rasional kita. Legitimasi itu kita berikan lewat rasa kagum, tepuk tangan, atau bisa pula dengan membagi kisahnya.
Adalah hal yang wajar jika kita iri dengan mereka. Sepertinya hidup mereka sungguh bermanfaat. Sudah banyak yang mereka lakukan. Begitu pula yang mereka berikan. Dan kita mengutuki diri. Betapa inginnya kita bisa seperti mereka. Lantas kita bergumam, betapa tak optimalnya potensi ini, sama-sama manusia, tapi nasib berkata beda. Kita masih biasa-biasa saja. Belum bisa sefenomenal mereka.
Orang-orang ini telah sanggup memaknai sepenuhnya arti kontribusi. Mereka mampu memberdayakan setiap potensi terbaik yang mereka miliki agar mampu memberikan nilai tambah bagi lingkungannya. Kita pun seharusnya tak perlu berkecil hati. Karena memang arti kontribusi tak harus luas. Tak mesti pula harus dengan mengubah atau memberikan inspirasi bagi banyak orang.
Saya teringat sebuah pesan seorang kawan saat awal-awal berkuliah. Jadilah engkau ksatria, meskipun kecil dan tak bernama, tapi engkau berada di garis depan. Ksatria itu sebuah mental keberanian. Semangat yang tak lekang untuk bisa memberi yang terbaik yang dimiliki. Meskipun posisi kita kecil, rendah, miskin, bahkan tak ada seorang pun yang mengenal kita, tak menghalangi kita untuk tetap maju, berada dalam golongan yang konsisten berjuang dan berbuat baik.
Adakalanya saat kita telah maksimal berkontribusi, ternyata hasil atau balasan yang diperoleh tak sebanding. Mungkin pula tak ada hingar-bingar publikasi. Bisa jadi juga, peran kita malah diabaikan. Entah disengaja ataupun tidak. Apakah kita lantas menepi dari lahan perjuangan itu? Di sinilah perlunya seni keikhlasan dan kesabaran. Ada masa ketika kesungguhan dan keseriusan pengabdian kita teruji dengan hal semacam itu.
Juara, prestasi, publikasi, pujian hanyalah bagian kecil dari imbalan kebaikan atas kontribusi. Jikapun ada, anggaplah itu sebagai bonus. Andai tak kita peroleh, tak perlulah risau. Karena memang bukan itu tujuan utamanya. Mari kita lihat, begitu banyaknya pejuang yang gugur dalam perang kemerdekaan. Adakah kita mengenal mereka semua? Tentunya tidak. Apakah ketidaktahuan kita kepada mereka akan menghapus nilai perjuangannya? Akan mereduksi nilai tetesan darah yang dikorbankan? Pastinya tidak.
Ada jauh lebih banyak kisah hikmah yang tak tersingkap. Cerita-cerita sarat perjuangan yang tak dikenal. Abadi tersimpan dalam sejarah kehidupan. Semoga kita bisa belajar dari orang-orang ini. Sekali hidup, berbuat, lantas abadi menyejarah, meski dalam sepi.
semoga kita menjadi golongan orang-orang yang selalu “berkontribusi”, sebagaimana dikatakan Rasulullah SAW, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain.” Aamiin……^____^
insya Allah rihal amel, semoga Allah meridhoi amal-amal kebaikan yang sudah kita lakukan… aamiin…
Jadi teringat perkataan salah seorang guru saya, bahwa jika satu asteroid di antara bumi dan mars tidak mau diajak untuk berotasi, maka apakah bumi masih dalam keadaan yang sama seperti yang kita alami sekarang?
Kontribusi, sekecil apapun itu adalah pangkal dari sebuah kontribusi lain yang lebih besar.
Semoga kita senantiasa termasuk dalam golongan manusia yang selalu berkontribusi dalam kebaikan. Amin…
masya Allah. bener sekali phesona. mari saling mengingatkan dan mendoakan…
Postingnya menarik dan inspiratif,.
“Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat untuk orang lain,”
terima kasih komentarnya pak hasnul. salam hangat untuk keluarga besar XL yang bapak pimpin