dan apabila manusia ditimpa bahaya dia berdoa kepada Kami dalam keadaan berbaring, duduk atau berdiri, tetapi setelah Kami hilangkan bahaya itu daripadanya, dia (kembali) melalui (jalannya yang sesat), seolah-olah dia tidak pernah berdoa kepada Kami untuk (menghilangkan) bahaya yang telah menimpanya. begitulah orang-orang yang melampaui batas itu memandang baik apa yang selalu mereka kerjakan [YUNUS: 12]

Lupa itu memang fitrahnya manusia, selain salah. Kalau Anda tak pernah salah ataupun lupa, maka patut dipertanyakan ke-manusia-annya. Beberapa kali saya pernah lupa menaruh kunci motor. Seingat saya, barang itu saya taruh di wadah kecil tempat biasa menaruh kunci. Sudah saya obrak-abrik wadah itu, tetap tak ketemu. Hingga akhirnya saya merogoh lagi saku celana yang sedang saya gantung, dan kunci itu tersimpan di sana, lupa saya kembalikan ke tempatnya setelah memakai motor.

Fitrah manusia yang lainnya adalah begitu rajinnya memohon saat membutuhkan. Saat sedang ada maunya, manusia rela jungkir balik berdoa. Pagi berdoa. Siang lagi. Malamnya apa lagi. Amalan sunnah jadi seperti wajib. Doanya sungguh luar biasa, seringkali teriring dengan senggukan tangis. Contoh nyatanya banyak. Ada siswa-siswa yang mau ujian. Ada mahasiswa yang sibuk cari kerjaan. Ada pegawai yang ingin promosi jabatan. Ada yang ingin dapat proyek gedean. Sisanya tak mungkin tersebutkan.

Ketika Dia perkenankan harapannya, tiba-tiba manusia ini menjadi lupa. Ibadahnya berkurang, secara bertahap, tapi pasti. Doanya sekenanya saja. Tak sekhusyuk dulu. Yang lebih jauh, malah lupa kalau Allah telah menolongnya. Akibat lupa yang satu ini, kualitas yang dipintanya pun menjadi rendah. Memang benar ia dapat yang diinginkan, tapi tak ada keberkahan di sana. Materi ia peroleh dengan sempurna, tapi hatinya merana. Karena hukum-Nya selalu menerapkan keseimbangan.

Lupa memang fitrahnya manusia. Tapi, lupa yang ini lebih tepat disebut keterlaluan.