Kata orang, malam tadi adalah malam nisfu sya’ban. Malam yang katanya, buku amal ditulis ulang lagi, yang doa-doanya mustajab, dan keutamaan lainnya. Saya tak hendak mendebatkan apakah nisfu sya’ban itu bid’ah atau bukan. Toh, saya bukan ulama yang punya wewenang dan ilmu untuk memberikan fatwa. Jangankan saya, ulama-ulama yang sudah kondang keilmuannya, saat memutuskan bunga bank dan infotainment haram pun omongannya dianggap kentut. Segera harus dijauhi yang begitu-begitu.
Ketertarikan saya dari stimulus tadi malam adalah pertanyaan yang berkecamuk di otak saya. Apakah memang, kita benar-benar akan total beribadah ketika kompensasinya menggiurkan? Saya hendak membantahnya sendiri. Namun, kenyataan tampaknya memang tidak bersahabat dengan dugaan saya.
Saat ramadhan, Al Quran begitu ramai dikumandangkan. Di masjid, di rumah, di kantor. Setelah itu, senyap. Tak perlu menunggu lama. Karena di bulan syawal, keheningan itu sudah berlaku. Dan Al Quran itu kini berdebu. Maka, bagaimana umat ini bisa memahami agama jika Al Quran tak dibaca tiap hari dan tak dipahami artinya?
Infaq, shadaqah pun demikian. Di Ramadhan, royal benar kita mengumbar semuanya. Setelahnya, betapa pelit benar nurani kita menumbuhkan kepedulian pada sesama. Mungkin jika tidak ada dalil, meskipun dha’if, tentang malam nisfu sya’ban, saya tidak yakin tanggal 15 Sya’ban banyak orang berpuasa. Meskipun, Rasul sudah mencontohkan bahwa kita disunnahkan berpuasa di tengah setiap bulan hijriyah, tanggal 13, 14, dan 15. Tak hanya di bulan Sya’ban.
Dan seringkali, ibadah kita pun tergantung momentum. Bisa karena mau ujian, mau menikah, ingin dapat banyak rezeki, dan mau-mau yang lainnya. Ketika momen ini tiba, betapa giatnya kita meminta dan beribadah. Kalau bisa, semua amal baik itu dilakukan. Seusainya, penyakit lupa pun datang menghinggap. Kealpaan ini tidak sekali dua kali, tetapi sudah menjadi endemi.
Kalau tingkat ibadah kita masih seperti ini, tak ubahnya dengan kualitas ibadahnya anak-anak. Mereka baru mau shalat kalau dijanjikan akan dibelikan sepeda. Mereka rela berpuasa kalau di lebaran nanti, segepok angpao menghampirinya. Anak-anak ini mau rajin belajar kalau orang tuanya mau mengajaknya berlibur ke luar kota.
Saya pun teringat lagi sabda Rasul, yang mengatakan bahwa amal yang sedikit dan kontinu, jauh lebih baik dibandingkan amal yang banyak namun hanya sekali itu. Kuncinya ibadah sederhana ternyata, istiqomah. Bukan hadiah.
like dis…..
Beatiful & amazing ……………………………
itulah diri kita
alhamdulillah, suwun buat komentarnya