Gempita Ramadhan kami adalah kesibukan mempersiapkan diri. Bukan. Bukan tentang target-target ibadah yang harus kami lengkapi sebulan ke depan. Tapi tentang jadwal buka puasa bersama yang kami bingung tentukan, di mall atau kafe mana. Juga tak boleh kami lupakan, mengajak teman-teman, dari sekolah, kampus, ataupun kantor. Dan seperti tahun lalu, buka bersama itu diisi dengan canda tawa hingga kami pun lupa waktu. Maghrib sudah berlalu. Isya tak mau menunggu.
Ramadhan nampaknya hanya kamuflase nafsu kami. Karena untuk persiapan berbuka, kalkulasi biayanya adalah akumulasi dari jatah sarapan dan makan siang yang tertunda. Bahkan bisa berlebih. Karena di malam Ramadhan, kami harus menumpuk bekal sebanyak-banyaknya untuk menahan rasa lapar dan haus pada siang harinya.
Gempita Ramadhan kami memang betul-betul ramai. Tapi, bukan karena tilawah kami. Bukan pula ulangan lisan kami menghafal Quran. Ini tentang hobi kami yang masih berlanjut. Untuk setia bergosip dan ngerumpi. Memang asyik membicarakan orang. Dan itu betul-betul menguasai hari-hari Ramadhan kami.
Semoga Ramadhan kami tak seperti itu lagi.
“Betapa banyak orang yang berpuasa namun dia tidak mendapatkan dari puasanya tersebut kecuali rasa lapar dan dahaga.” (HR. Ath Thobroniy dalam Al Kabir dan sanadnya tidak mengapa. Syaikh Al Albani dalam Shohih At Targib wa At Tarhib no. 1084 mengatakan bahwa hadits ini shohih ligoirihi -yaitu shohih dilihat dari jalur lainnya).