Panas

Saya baru mengenalnya saat kami mencari kios untuk tempat dagang kaos. Orangnya kalem. Masih muda. Suatu saat di tengah obrolan kami, beliau bercerita tentang aktivitas pekerjaannya dulu. Dia bekerja di perusahaan leasing dan kredit. Tepatnya di mana, beliau tak cerita.


Yang menarik di ceritanya adalah dia mengakui kalau kerja di tempat itu, uang yang diperolehnya adalah uang panas. Betul, kata dia, dapatnya dalam jumlah besar. Namun, ternyata keluarnya juga besar. Tiap bulan salah satu dari ketiga anaknya masuk ke rumah sakit. Ratusan ribu dikeluarkan untuk biaya perawatannya. Ada saja pengeluaran tak terduga yang harus dilakukan.

Dalam lingkup yang lebih luas, orang-orang seperti ini bisa jadi terlihat sejahtera dari tampilan luarnya. Namun, pasti ada harga yang harus ditebus atas pengambilan ini. Mungkin, seperti bapak tadi. Uangnya diambil untuk biaya anaknya yang sakit. Atau banyak lagi cara lainnya. Tergantung Allah maunya gimana.

Dalam bahasa agama yang saya pahami, demikianlah harta yang memang diperoleh dari cara-cara yang tak diperkenankan agama. Saya teringat salah satu bagian ceramahnya Yusuf Mansyur yang dalam bahasa saya begini, “Duit bersih yang nggak dishodaqahin, nggak dizakatin, pasti bakal Allah ambil pake cara apa aja”.

Itu aja yang bersih. Apalagi harta yang kotor dan panas.

1 thought on “Panas

  1. mungkin di jaman sekarang sulit buat hidup dari uang yang halal.. tapi tentu saja harus selalu terus berusaha, bertawakal dan tak lupa berdoa…

Leave a comment