tulisan ini terpilih sebagai tulisan terbaik kedua dalam Lomba Menulis Lentera Visioner, Kabupaten Tegal tahun 2012
Kondisi aparat pegawai negeri sipil (PNS) di republik ini tidak pernah lepas dari berbagai sorotan dari masyarakat. Pertama, tentang buruknya pelayanan publik. Bisa dikatakan, masyarakat hampir enggan berurusan dengan pemerintah. Kalaupun iya, itupun karena tidak ada alternatif lain. Mengapa demikian? Ketika masyarakat bersentuhan dengan sistem pelayanan publik, bukanlah solusi, melainkan banyak masalah yang akan mereka dapatkan. Dimulai dari rumitnya birokrasi, harus adanya uang pelicin untuk memperlancar sesuatu, pelayanan yang tidak ramah, dan sebagainya. Kebobrokan ini sudah menjadi rahasia publik. Bahkan dari tingkat birokrasi yang paling rendah sekalipun. Jangan berharap akan mendapatkan layanan yang baik jika tidak ada koneksi atau punya backing di institusi pemerintahan terkait. Menurut Ketua Ombudsman RI, Danang Girindrawardana mengatakan, rendahnya kualitas pelayanan publik dipengaruhi rendahnya kualitas kebijakan dan sumber daya manusia (SDM).
Kedua, rendahnya kompetensi PNS. Dari sejumlah 4,7 juta pegawai negeri sipil (PNS) di Indonesia, hanya 5% PNS yang memiliki kompetensi yang dikategorikan baik. Selebihnya 95% tidak memiliki kompetensi (Lampung Post, edisi 2 Maret 2012). Akar masalahnya adalah input masukannya. Seorang PNS seharusnya masuk melalui seleksi independen yang bersih, independen, dan transparan. Namun, pada kenyataannya seseorang masuk PNS dengan cara-cara kotor. Penerimaan PNS sarat dengan suap, kolusi, dan nepotisme. Diterimanya menjadi PNS bukan karena kualitasnya yang terbaik di bidang itu, melainkan karena dia berani membayar sekian puluh juta rupiah atau karena dia punya hubungan keluarga dengan pejabat di institusi tersebut.
Dalam struktur birokrasi pemerintahan, terdapat banyak pejabat yang ditempatkan bukan karena kompetensinya, melainkan karena kedekatan koneksi dengan pejabat di atasnya. Juga tersebar pejabat dengan berbagai gelar mentereng, tetapi tidak mampu menunjukkan performa kinerjanya. Bisa jadi karena gelar ijazah itu tidak ia peroleh dengan cara wajar. Ada yang membeli, ada yang memalsu, ada pula yang hanya titip absen ketika materi kuliah diberikan. Ini masalah serius sehingga mendorong pemerintah pusat mewacanakan kebijakan pensiun dini bagi PNS yang performanya rendah.
Ketiga, penyalahgunaan wewenang dan keuangan. Sangat sering kita lihat dan dengar, baik di televisi, internet, surat kabar ataupun media lainnya tentang perilaku curang aparat PNS. Ada yang karena kekuasaannya, aparat negara dapat melintas seenaknya menggunakan jalur busway. Seperti halnya baru-baru ini di Palmerah, karena merasa berkuasa, seorang tentara mengeluarkan pistolnya ketika beradu mulut dengan seorang pengendara motor. Jabatan yang seharusnya digunakan untuk melayani publik, malah dibuat untuk mengistimewakan diri, keluarga, ataupun lingkungannya.
Penyalahgunaan keuangan terjadi hampir di setiap sudut kantor pemerintahan. Perjalanan dinas fiktif, manipulasi lelang, markup pembayaran, kasus suap, korupsi, menjadi contoh dari bobroknya kinerja keuangan aparat PNS. Dari laporan hasil pemeriksaan terhadap 34 laporan keuangan kementerian/lembaga tahun 2011 diperoleh hasil opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP) terhadap 27 Kementerian/Lembaga, dan opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) terhadap 7 kementerian/lembaga.
Selain memberikan opini atas kewajaran penyajian laporan keuangan, pemeriksaan laporan keuangan oleh BPK RI juga mengungkapkan beberapa temuan. Di antaranya adalah mengenai aset tetap belum diinventarisasi dan dinilai; aset tetap tidak diketahui keberadaannya; ketidakpatuhan dalam proses pengadaan barang/jasa, antara lain kelebihan pembayaran, kemahalan harga, tidak ada bank garansi, pemutusan kontrak, kegiatan fiktif dan tidak didukung bukti pertanggungjawaban serta keterlambatan penyelesaian pekerjaan namun rekanan belum dikenakan denda; dan realisasi biaya perjalanan dinas yang tidak sesuai dengan ketentuan.
Berbagai permasalahan ini seolah memberikan sinyal bahwa riwayat birokrasi dan PNS di Indonesia sudah tamat. Kutukan, cacian, dan makian bagi birokrasi dan PNS adalah hal lumrah. Jika orang mendengar kata PNS, pasti asosiasinya ke hal yang negatif. Penulis tidak menutup diri, bahwa perbaikan sistem pelayanan publik sedang digarap serius oleh pemerintah. Peningkatan kompetensi pegawai ditata lebih tegas melalui UU Aparatur Sipil yang masih dibahas oleh pemerintah dengan DPR. Negara juga lebih proaktif dalam menekan penyalahgunaan wewenang juga keuangan oleh aparat pemerintah.
Keberadan lembaga seperti KPK menjadi angina segar bagi harapan akan perbaikan kualitas birokrasi kita. Munculnya sosok Jokowi di Solo dengan pendekatan humanisnya dalam mengelola pemerintahan kota, juga I Gede Winasa di Jembrana yang mampu menerapkan e-government bagi pendataan penduduk dan pelayanan kesehatan untuk warganya. Juga masih ada Andi Hatta Marakarma yang membangun kabupaten Luwu Timur dari daerah terbelakang menjadi daerah yang maju, merata pedalamannya dari pedalaman hingga pusat kota.
Seperti motto yang selalu pak Anies Baswedan dengungkan, lebih baik kita menyalakan lilin daripada mengutuki kegelapan, seharusnya seperti itu pulalah diri kita. Jika kita sendiri diberikan kesempatan menjadi PNS, maka tanamkan cita-cita untuk memperbaiki, tidak enggan dievaluasi, tunjukkan pula profesionalitas dan integritas diri. Jika kita berposisi di luar birokrasi, dorong terus aparat PNS kita. Jangan malu dan takut untuk memberi kritik. Aparat PNS yang mumpuni akan menjadi katalis bagi terciptanya pemerintahan yang bersih di republik ini. Bertahap dan pasti, percayalah, kita sedang menuju ke arah itu.
Mantap. Menang lomba lagi mas ? 😀
Sip deh. Karena aku sudah berada di luar birokrasi semoga bisa menjalankan peran yang baik untuk mengkritik aparatur negara di masa depan.
alhamdulillah, berkat doa dari agyl juga 😀
saling mengingatkan nggih mas. ben joss: D
aslkm….apa yang disampaikan diatas,ada betulnya…namun apabila kita mau mengkaji secara mendalam mengenai keadaan pemerintahan kita,banyak hal yang saling kait mengkait yang menjadi masalah….selain SDM pns…sistem jg yang masih belum bagus..trims
wa’alaikumsalam wr wb
terima kasih sarannya mas 😀
kritis mas, mantap ki tulisane ngena go para PNS, tapi jarang juga mas, PNS sing melek wacana,ehehehe
semoga tulisan ini menginspirasi para pns untuk sadar akan pelayanan terhadap rakyat