Menanti Berbuka

Berpuasa bagi sebagian orang adalah penundaan sementara atas berbagai keinginan. Karena semua ingin itu akan terbayar lunas ketika azan maghrib berkumandang. Bahkan seringkali terbayar lebih.

Hidangan berbuka tak cukup satu dua macam. Tak cukup hanya teh manis. Kalau bisa, es kelapa muda, es kopyor harus terhidang. Juga menu makan malam yang harus beraneka jenisnya. Yang di hari biasa tidak ada, kalau bisa diada-adakan. Tidak biasa makan ayam, pas Ramadhan harus ada ayam.

Kerakusan ini bukan hanya pada yang terhidang. Nafsu makan pun ikut mengiringi. Karena seharian tidak makan, artinya malam ini kita harus makan sebanyak mungkin. Padahal, kata Rasul 1/3 perut itu untuk makanan, 1/3-nya untuk minuman, dan 1/3 sisanya untuk udara.

Sedangkan bagi orang fakir miskin, setiap harinya adalah puasa. Azan maghrib pada Ramadhan tidak ada bedanya dengan azan maghrib di waktu lainnya. Mereka tidak tahu harus makan apa. Pekerjaan sudah sulit. Uang yang diperoleh sedikit. Harga kebutuhan semakin melejit.

Intinya puasa adalah mengendalikan. Jika kemudian kita gagal mengendalikan, bahkan diri kita sendiri, puasa kita hanya seremoni, di mana aktivitas yang kita lakukan hanya menanti berbuka.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s