Belajar Jual Beli

“Setiap orang yang datang di pasar ini (Madinah) harus tahu barang yang halal dan yang haram, sehingga dia tidak berbuat dzolim. Jika tidak, maka dia akan membuat riba dan keharaman, baik sengaja ataupun tidak.” [Khalifah Umar bin Khattab ra]

Memahami fiqih jual beli menjadi suatu kebutuhan bagi umat Islam, karena hampir setiap hari kita melakukan transaksi jual beli. Apalagi bagi pedagang, lebih dianjurkan lagi. Pengertian jual beli itu sendiri adalah tukar menukar harta dengan memberikan kepemilikan kepada salah satu pihak. Rukun jual beli ada 3: ada orangnya, ada akadnya, dan ada objek akadnya.

Syarat orang yang jual beli tidak disyaratkan harus beragama Islam. Rasulullah pernah berjual beli dengan orang Yahudi. Syaratnya, transaksi yang dilakukan dengan nonIslam harus sesuai dengan syariat Islam. Adapun syarat jual beli adalah: baligh, berakal, dan tidak terpaksa. Seseorang dikatakan baligh, bagi laki-laki sudah mimpi basah, bagi perempuan sudah mengalami haid. Nah, bagaimana kalau jual belinya dilakukan oleh anak-anak? Misalnya, anak SD yang beli jajan di kantin sekolah. Apakah sah akad jual belinya? Kalau sah, boleh dong harusnya kalau anak-anak ini beli motor? Kalau tidak sah, berarti anak ini tidak membeli barang, tetapi merampasnya. Ijma’ (kesepakatan) ulama adalah bahwa anak-anak boleh melakukan jual beli sebatas yang dibutuhkan saja. Ulama mengecualikan larangan dari Allah terhadap jual beli yang dilakukan oleh anak-anak yang ada di Al Quran surat An Nisaa ayat 6: “Dan ujilah anak yatim itu sampai mereka cukup umur untuk kawin. Kemudian jika menurut pendapatmu mereka telah cerdas (pandai memelihara harta), maka serahkanlah kepada mereka harta-hartanya… “.

Syarat berakal, berarti orang tersebut tidak kehilangan akalnya ketika bertransaksi. Maka tidak sah hukumnya jual beli dengan orang gila. Namun, bagaimana dengan jual beli dengan orang mabuk? Ulama membolehkan kita bertransaksi dengan orang yang sedang mabuk. Yang dimaksud dengan rukun jual beli “tidak terpaksa” adalah jika seseorang membeli bukan karena dipaksa oleh penjual, atau menjual bukan karena dipaksa oleh pembeli. Adapun seseorang yang terpaksa menjual tanahnya untuk membayar biaya pengobatan anaknya, tetap sah karena keterpaksaan ini datangnya dari keadaan, bukan dari lawan juga. Keterpaksaan yang dibolehkan adalah jika dilakukan oleh pemerintah yang pemanfaatan pembeliannya bagi kepentingan umum, sebagaimana dicontohkan Umar bin Khattab ra dan Usman bin Affan ra ketika meluaskan Masjidil Haram. Namun, disyaratkan harus diberikan ganti rugi yang adil dari pihak pemerintah dan diberikan secepatnya. Bila tanpa imbalan atau tidak adil gantinya dari pemerintah, maka tidak dibolehkan. Islam tetap menghargai kepemilikan harta perorangan. Penjualan terpaksa lain yang dibolehkan adalah jika diputuskan oleh pengadilan bahwa yang bersangkutan harus menjualkan barangnya untuk melunasi hutang-hutangnya.

Rukun kedua tentang akad maksudnya adalah adanya ijab qobul antara penjual dan pembeli. Ijab artinya penyerahan. Qobul artinya menerima. Apakah harus diucapkan lisan ijab qobulnya sebagaimana ketika ijab qobul nikah? Jumhur ulama sepakat bahwa tidak harus demikian. Contohnya adalah jual beli di supermarket. Pihak supermarket tidak pernah mengucapkan telah menjual suatu barang. Kita selaku pembelinya juga tidak pernah mengucapkan bahwa kita beli susu merk ini dengan berat ini seharga sekian ketika di kasir, cukup ambil susunya, kemudian bayar dan pergi. Namun, kedua belah pihak telah menyepakati adanya akad jual beli. Apa tandanya? Bagi penjual tandanya adalah memberikan label harga di barang jualannya dan memajangnya. Kalau nggak niat menjual, buat apa dilabeli harga? Bagi pembeli, qabul membelinya adalah ridhonya menyerahkan uang di kasir sebagai tanda membeli barang itu.

Ulama yang berbeda tentang tidak sahnya jual beli tanpa akad yang diucapkan lisan adalah Imam Syafii. Menurut beliau, jual beli tanpa akad adalah tidak sah, barangnya rampasan dan uang yang diberikan juga rampasan. Nah, orang Indonesia kan ngakunya mazhab Syafii. Jadi ya harus diucapkan setiap kali transaksi. Pas bayar angkot harus bilang dan supirnya harus bilang juga. Kalau nggak, ya nggak sah bayar angkotnya. Kita naik angkotnya dosa, pak supir dapat duit dari angkotnya juga dosa karena hasil merampas. Hehehe… Apa dalilnya Imam Syafii berpendapat demikian? Allah berfirman di Al Quran surat An Nisaa ayat 29: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu saling memakan harta sesamamu dengan jalan yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku dengan suka sama-suka di antara kamu….” Beliau menafsirkan bahwa perniagaan yang suka-sama-suka (saling ridho) harus terucapkan, kalau diam-diam saja belum tentu ada keridhoan di antara penjual dan pembelinya. Jumhur ulama mengatakan bahwa betul Allah menyebutkan tentang harusnya saling ridho dalam perniagaan, tetapi tidak harus diucapkan, keridhoan itu bisa ditampakkan dari perbuatan atau dituliskan, sebagaimana telah disebutkan sebelumnya.

Rukun ketiga adalah objek yang dijualbelikan. Syarat pertama adalah barangnya harus benda suci (bukan najis). Rasul bersabda “Sesungguhnya Allah dan Rasul-Nya telah mengharamkan menjualbelikan khamr, bangkai dan babi”. Maka seluruh najis haram dijualbelikan. Benda najis contohnya kotoran manusia dari qubul dan dubur. Boleh dilakukan bisnis sedot tinja, yang tidak dibolehkan adalah tinja hasil sedotan itu kemudian dijual kepada pihak lain. Menurut Imam Syafii, kotoran ayam, kambing, dan sapi juga termasuk benda najis. Dengan demikian, tidak boleh dijualbelikan. Sedangkan menurut Imam Hambali, benda-benda tersebut tidak najis. Mayoritas ulama menguatkan pendapat Imam Hambali ini. Dalil pendapat Imam Hambali adalah adanya tindakan Rasul yang mengobati penduduk dengan meminum air susu unta dicampur dengan air kencing unta.

Syarat kedua adalah manfaat dari benda tersebut tidak diharamkan. Contohnya, tidak bolehnya menjualbelikan narkotika. Meskipun narkotika bukan benda najis, tetapi penggunaannya diharamkan oleh agama. Yang masih jadi perbedaan pendapat ulama kontemporer adalah tentang rokok. Ulama yang mengharamkan rokok, berarti otomatis haram baginya untuk menjualbelikan rokok. Adapun ulama yang membolehkan, berarti tidak ada masalah untuk berjual beli rokok. Jual beli berhala juga diharamkan meskipun bukan benda najis karena pemanfaatannya untuk menyekutukan Allah SWT.

Syarat ketiga adalah benda tersebut dimiliki terlebih dahulu. Pada poin ini yang banyak dilanggar. Syarat “tidak memiliki” yang dibolehkan adalah menjadi perantara, atau seseorang meminta kita untuk menjualkan suatu barang atau jasa. Meskipun bukan milik penjualnya, tapi adanya akad perintah menjualnya ini yang diperbolehkan. Dalinya adalah larangan Rasulullah kepada Hakim bin Hizam, jangan jual barang yang belum dimiliki. Adapun larangan ini dikecualikan dalam dua akad: salam dan istisna’. Mengapa? Karena ada dalil lain dari Rasulullah yang membolehkan dua akad tadi. Akad salam adalah menjual sesuatu yang telah jelas sifatnya namun belum ada bendanya saat akad, dengan harga yang dibayar di awal transaksi. Dalilnya adalah sebuah hadits Rasulullah ketika datang ke Madinah dan menemukan penduduknya melakukan hal ini pada buah untuk masa satu atau dua tahun, maka beliau bersabda, “Siapa yang melakukan jual beli al-salaf (secara salam), maka hendaklah melakukannya dalam takaran dan timbangan yang jelas (dan) untuk jangka waktu yang jelas pula”. Contoh yang ada sekarang misalnya kita membeli tiket kereta untuk bulan depan. Barangnya belum ada saat itu, baru kita nikmati bulan depan, tetapi sah secara syariat Islam. Istisna’ adalah pesan untuk minta dibuatkan kepada penjual. Contohnya adalah pesanan membangun rumah kepada seorang kontraktor rumah. Dari kaidah fiqih jual beli, terlihat melanggar karena barang yang dijualbelikan tidak ada dan tidak dimiliki oleh penjual. Tetapi, ijma’ ulama memutuskan dibolehkannya jual beli seperti ini.

Syarat keempat adalah bahwa barang dan harganya jelas. Contoh, ada pemilik rumah yang memberitahukan bahwa rumahnya dijual seharga 400 juta jika dibayar tunai di awal, tapi jika dibayar per bulan selama 2 tahun maka menjadi 18 juta per bulan. Si pembeli kemudian masuk dan menempati rumah tersebut sebelum terjadinya kesepakatan apakah akan membeli secara tunai atau secara mencicil. Harus jelas harga mana yang diambil atau disepakati antara penjual dan pembeli sebelum terjadinya akad jual beli. Adapun barang juga harus jelas wujudnya. Caranya dengan melihat langsung atau dengan dijelaskan spesifikasi barangnya oleh penjual. Yang tren sekarang seperti jual beli melalu media BBM atau whatsapp dan website, termasuk ke dalam cara untuk menjelaskan wujud barang. Jika nanti penjual tidak mengirimkan barang sesuai dengan spesifikasinya, maka penjual telah berdosa karena membohongi pembeli.

Syarat kelima adalah tidak adanya gharar dan riba. Gharar adalah jual beli dengan ketidakjelasan, contohnya: saya menjual sepetak tanah dengan harga sekian juta rupiah. Sepetak tanah tidak bisa didefinisikan ukuran dan lokasinya. Jual belinya harus menyertakan berapa ukuran tanahnya dan berada di lokasi mana. Adapun riba adalah jual beli yang meminta tambahan dalam menjual harta tertentu. Contohnya jual beli motor dengan bunga sekian persen. Islam tidak melarang jual beli kredit, dengan syarat harganya disepakati di awal dan tidak ada perubahan harga di tengah-tengah cicilannya. Detail jual beli gharar dan riba ini panjang. Detail fiqih jual beli juga masih lebih panjang. Monggoh ditanyakan detailnya ke ustadz yang faqih atau membaca buku referensi yang shahih.

Semoga bermanfaat ilmunya bagi kita semua. Aamiin…

Referensi:
1. Fiqh Muamalah Jual Beli dalam Islam: http://www.youtube.com/watch?v=BZUyF1spfuc
2. Harta Haram Muamalat Kontemporer karya Dr Erwandi Tarmizi
3. Ushul Fiqih Ringkas karya Ahmad Sarwat, MA
4. Film Seri Umar bin Khattab episode 24: http://www.youtube.com/watch?v=QOUBzzJFX0k
5. Ilmu-ilmu penulis yang didapatkan dari berbagai sumber dan guru

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s