Angkringan++

Ke Jogja kali ini bukan pertama kalinya. Tapi kedatangan kali ini menyisakan cerita yang istimewa. Sejak sampai di jogja pertama kali, badan sudah berasa nggak enak. Apalagi kemudian digelontor AC seharian semalaman. Jadi, badan sudah berasa nggak karuan.

Untung tubuh saya bukan termasuk golongan manja. Masuk angin seperti ini obatnya nggak susah. Dari pengalaman, cukup minum teh panas atau susu jahe, maka angin akan keluar dengan sendirinya 😀

Tapi, tampaknya masuk angin ini lebih ganas dari biasanya. Jor-joran air hangat tidak mempan. Bahkan, pundak dan leher sebelah kanan jadi sangat kaku dan sakit.

Pada malam terakhir di jogja, bersama seorang kawan, kami pun mencari angkringan susu jahe. Berharap bisa membantu mengeluarkan angin bandel ini. Ketemulah kami dengan sebuah angkringan di depan kantor Kedaulatan Rakyat.

Awalnya terlihat biasa. Pesan minuman, lantas ngobrol ringan. Sampai kemudian, kami tahu bahwa si penjual ini orang Brebes. Setelah berbincang singkat, si penjual mengetahui bahwa leher dan pundak saya kaku karena masuk angin. Tanpa disangka, dia menawari mengerik punggung saya.

Awalnya ragu, tapi dia bilang tawarannya serius. Akhirnya, partner angkringan saya membelikan balsem. Dan, dimulailah peristiwa aneh itu: kerikan di angkringan 😀

Angkringannya tidak terlalu ramai saat itu. Sebetulnya risih, karena masih ada pandangan aneh dari pengunjung angkringan sebelah; meskipun agak jauh. Namun, karena badan memang sudah nggak karuan, pasang muka badak akhirnya 😀 Hasilnya bener-bener josss. Badan langsung enakan

Lepas dari apakah kerikan itu bagus atau tidak bagi tubuh, saya belajar banyak dari penjual ini. Keramahan untuk menawarkan kebaikan kepada orang yang baru dikenal. Kesediaan untuk meminta istrinya tidak bekerja, tetap di Brebes, mengurus anaknya yang baru berusia 1 tahun, memberinya ASI. Kemauannya bekerja keras, malam menjual angkringan, pagi buta menjadi penjual koran di persimpangan lampu merah.

Terima kasih Jogja. Saya belajar banyak kali ini