Idul Adha kali ini, lagi-lagi terpaksa kita menerima kenyataan pahit. Bahwa terjadi perbedaan menentukan tanggal 10 Dzulhijah. Pemerintah Saudi memutuskan wukuf di Arafah terjadi pada tanggal 15 November 2010. Ini berarti Idul Adha pada tanggal 16 November 2010. Adapun di Indonesia, pemerintah menetapkan tanggal 10 Dzulhijah pada tanggal 17 November 2010.

Permasalahannya secara umum hampir sama tiap tahun. Bahwa hisab dan ru’yat yang pasti dipersalahkan. Bagi yang ru’yat bersikukuh bahwa hilal harus dapat dilihat melalui mata. Pada kenyataannya hilal hanya dapat dilihat jika berada 2 derajat di atas ufuk. Sedangkan bagi golongan hisab, berapapun tingginya, jika hilal sudah berada di atas ufuk, itu tandanya sudah masuk ke bulan baru.

Dan inilah hasilnya saat ini. Pada 29 Dzulqaidah, hilal sudah berada di atas ufuk sekitar 1 derajat sekian. Jelas bagi yang berpedoman wujudul hilal, hilal tidak akan tampak, sehingga bulan Dzulqaidah harus digenapkan hingga 30 hari. Bagi ahli hisab, tidak ada alasan untuk menggenapkan bulan Dzulqaidah karena hilal sudah berada di atas ufuk.

Konflik berpanjangan ini memang sulit untuk dipertemukan. Karena memang berasal dari perspektif yang sangat-sangat berbeda. Korbannya lagi-lagi umat Islam sendiri. Kita kebingungan dan terombang-ambing oleh perbedaan. Dibutuhkan kearifan dari masing-masing pihak, mendahulukan kepentingan umat daripada kepentingan pribadi maupun golongan.

Dan kali ini, saya memutuskan untuk mengikuti ketetapan pemerintah Saudi dan Muhammadiyah. Alasannya sederhana, puasa Arafah dilakukan karena menghormati jamaah haji yang sedang berwukuf di Arafah. Kalau puasanya hari Selasa, kan nggak ada yang wukuf di Arafah 🙂